Wednesday, September 16, 2009

Merdekakah?

Katakan padaku, apakah ini merupakan negara merdeka?
Apakah ini merupakan negara demokrasi?
Kau bilang ya, kita merdeka…
Kau bilang ya, kita negara demokrasi…

Namun mengapa aku tak pernah merasa merdeka akan diriku sendiri.
Aku tak pernah merasa pendapatku didengar dan diterima.
Aku tak pernah merasa dilihat oleh kalian-kalian semua yang seolah berada di atasku.
Berdiri di atas pundakku dan kaumku, tanpa melihat apakah kami merasakan sakit dan lelah.

Kami, aku dan kaumku.
Selalu merasakan penderitaan akibat terinjak-injak oleh tindakan semena-mena dari kalian.
Kami selalu merasa pedih dan perih atas luka-luka yang kalian torehkan satu-persatu.
Namun di saat kami berusaha mengatakan kepedihan kami atas tindakan kalian.
Kalian selalu merasa bahwa apa yang kami katakan hanyalah sebuah sampah.
Bahkan kalian mempermasalahkan hal itu seolah kami akan mempergunjingkan kalian.
Padahal itu semua adalah kenyataan yang kami umbarkan satu-persatu.
Padahal itu semua adalah suara hati kami yang terdalam.
Kami begini karena kami harus hidup seperti ini.
Kami tak punya pilihan selain menahan kepedihan dari perlakuan-perlakuan berperikebinatangan.

Pilihan kami mematikan kami sendiri.
Menyerah atau mati.
Itu yang ada di tangan kami.
Di saat kalian menganggap kami berbicara terlalu banyak.
Kalian membuat ancaman-ancaman yang beresiko tinggi.
Termasuk mempermainkan kehidupan kami di masa mendatang.
Kami hanya mengatakan perasaan kami yang sebenarnya.
Kami hanya mengatakan kejujuran ke depan mata kalian semua.
Namun yang ada hanyalah kebencian pada kami.
Menganggap kami sampah dan tak layak untuk berkata seperti itu.
Kami hanya ingin menunjukkan kebenaran pada dunia.
Bukan untuk menunjukkan keburukkan yang ada di dalam kandungan kalian.
Kami tahu, segelintir orang di antara kalian masih punya hati dan perasaan.
Namun banyak dari kalian berlaku tak adil.
Dan kami, kaum yang penuh kejujuran harus menanggung akibatnya.
Kami, kaum yang tak merdeka, harus merasakan sengsara.
Kami, kaum yang tak bisa berpendapat bebas, akhirnya menelan amarah kami sendiri.
Sampai akhirnya membusuk di hati kami di saat kami semua dikandung oleh tanah.

Friday, September 11, 2009

Mengenang 100 Hari Thomas Marwata

Sekarang aku sudah berumur 17 tahun dan memasuki usia 18 tahun. Fase hidupku sudah berubah. Namun saat-saat di mana aku bersama denganmu tak pernah dapat kulupakan, meski umur ini terus bertambah dan banyak bagian hidupku menghilang satu persatu.

Aku mengenalmu semenjak aku lahir ke dunia ini. Aku mengenalmu sebagai sosok yang patut kuhormati dan sosok yang misterius bagiku. Kutahu, semenjak aku lahir, penyakit telah mengegerogoti tubuhmu, perlahan tapi pasti, kau melemah selalu. Namun kau tetap menyayangiku meski dengan berbagai kelemahanmu itu.

Setiap kali, di saat bibi mengantarmu datang ke rumah, aku diajari oleh ibuku untuk selalu membantumu berjalan dan menuntunmu untuk masuk ke dalam rumahku, sampai akhirnya kau pun duduk di salah satu kursi di dalam rumahku. Setelah itu, aku tak akan pernah lupa untuk selalu mencium pipimu dan kemudian menyodorkan pipiku sendiri untuk kau cium.

Kadang ada saatnya di mana aku serta ayah, ibu, dan kedua kakakku datang ke rumahmu. Di mana saat kami semua datang, kami akan langsung menyapamu jika kau sedang tidak tidur, atau menunggu sampai kau bangun dan kemudian menyapamu. Aku ingat, setiap kali aku selesai memberikan ciuman mesra di kedua pipimu, dengan suara yang agak parau kau akan bertanya kepadaku, “Kamu sudah makan belum?”.

Di tengah kepolosan masa kecilku, di saat aku sudah makan, maka jawabku, “Sudah, Kek. Megi sudah makan.” Dan kata-kata ini kuucapkan langsung di samping telinga kirimu, karena aku tahu semenjak aku kecil, pendengaranmu sudah terganggu.

Seiring dengan perumbuhanku, kau melihat saat aku sudah mulai masuk ke Sekolah Dasar. Kau terlihat bangga saat melihatku beranjak tumbuh dewasa. Di tengah-tengah kelemahan dan keterbatasan yang kau miliki, kau masih memperhatikan anak-anakmu dan juga cucu-cucumu. Kau masih mendoakan mereka setiap waktu pada saat doa pagi ataupun doa sore. Kami semua tahu, semua anggota keluargamu, baik yang dekat maupun yang jauh, kau doakan satu-persatu. Dan kau ucapkan nama-nama mereka dalam doamu.

Aku pun ingat pada sebuah hari yang penuh kenangan, aku, ayah, dan ibu datang untuk mengunjungimu dan melihat keadaanmu di rumah bibi. Hari itu aku hanya datang dan mencium pipimu, kemudian aku duduk diam menunggu ayah dan ibu berbicara dengan bibi. Di saat pembicaraan telah selesai maka tibalah saat aku untuk pamit pulang. Saat aku mendekatkan bibirku ke telingamu untuk pamit pulang, kau menggenggam tanganku dan menyuruhku untuk tinggal sebentar, kau mengarahkan diriku dengan tangan kirimu yang kaku itu untuk duduk di pangkuanmu. Aku tersentak bingung, karena ayah dan ibu semula menyuruhku untuk pamit pulang. Kupandang wajah ibuku, dia menyiratkan bahwa biarkan saja bilang kau ingin berbicara denganku. Maka aku pun duduk di atas paha kirimu, karena aku tahu, kaki kananmu yang lumpuh tak akan sanggup menahan berat tubuhku yang pada saat itu masih kecil.

Kau menceritakan padaku sebuah kisah, yang pada saat itu sama sekali tak kumengerti isinya, karena kau tak bisa lagi berbicara dengan cukup lancer, penyakit itu telah menggerogoti tubuhmu lebih jauh. Aku belajar untuk sabar dan tenang untuk mendengarkan ceritamu sampai selesai. Dan begitu kau sudah selesai menceritakan kisah itu, kau menyuruhku untuk pulang karena malam sudah larut. Aku tahu, pada hari itu aku tak mengerti inti dari cerita yang kau kisahkan padaku. Sampai keesokkan harinya, ibuku menceritakan kembali kisah yang diceritakanmu setelah aku bertanya.

Aku ingat, aku beranjak dewasa. Namun tubuhmu semakin lemah dari tahun ke tahun. Penyakit yang singgah di tubuhmu tak bisa disembuhkan, namun semangatmu tetap menyertai kehidupan kami. Aku ingat kau, aku, dan keluarga besar kita, pernah jalan-jalan ke beberapa tempat. Dan aku ingat, karena saat itu kau sudah tak sanggup lagi berjalan jauh meski menggunakan tongkat, ada kalanya kau harus menggunakan kursi roda dan saat itu aku akan mendorong kursi rodamu sejauh yang aku bisa. Kadang ada hal lucu di mana saat aku dengan bodohnya salah mendorong dan menyebabkan kakiku sendiri terlindas roda dan harus menahan rasa sakit selama perjalanan itu.

Tiba saat di mana penglihatanmu tak lagi setajam dulu. Memang usia tak dapat dikurangi. Kau sulit mengenali orang secara sekilas. Karena pertumbuhanku yang begitu pesat, kadang kau kaget seolah melihat orang asing di dalam rumahmu saat aku ada dalam rumahmu. Ada kalanya kau mengenaliku sebagai kakak laki-lakiku. Kadang kau menyebutku bukan sebagai “Megi” namun memanggilku dengan nama kakakku, yakni “Marcel”.

Bila kau ingat dengan kakak-kakakku, kadang aku merasa iri dengan mereka. Karena mereka mengenal sosokmu saat kau masih sehat dan segar bugar, sedangkan aku hanya mengenal sosokmu setelah kau telah dimakan oleh penyakit yang tak akan kunjung sembuh itu. Aku iri, aku ingin bermain-main denganmu. Namun karena penyakitmu, kau hanya dapat memperhatikan aku bermain. Aku ingin berbicara tentang banyak hal denganmu, namun aku hanya bisa mendengarkan segala perkataanmu, karena pendengaranmu sudah berkurang jauh. Tapi aku terus berpikir, selama kau masih hidup, masih banyak yang bisa dikenang.

Kek, aku ingat ketika aku SMP, di saat kakakku membawa calon istrinya di hadapanmu. Kau memandang seolah kau akan kehilangan dia, namun kau pun tak ingin menutup kebahagiaan yang terpancar dari wajahmu. Kau berkata dan menasehati mereka berdua. Meski kau tak dapat berbicara selancar dulu, kau tetap berusaha memberikan yang terbaik dari mereka. Dan di hari perkawinan mereka, dengan haru kau menerima cangkir berisi teh dari kakakku dan istrinya. Kulihat wajahmu begitu emosional seolah ingin tersenyum bahagia dan menangis terharu.

Kau tak pernah lupa pada kami semua. Aku ingat doamu semakin khusyuk di saat-saat menjelang pernikahan kakakku. Kau berdoa semakin khusyuk saat salah seorang anggota keluarga sedang sakit. Kau berdoa semakin khusyuk saat perjalanan-perjalanan aku dan kedua bibiku ke luar negeri.

Suatu hari, kau semakin melemah, kau menolak untuk memakan apapun yang disediakan untukmu. Seiring waktu tubuhmu semakin melemah, dan kau tak sanggup lagi menggerakkan anggota tubuhmu dengan baik. Tak ayal lagi, kami harus membawamu ke rumah sakit. Kami tak punya pilihan lain. Kutahu kau tak ingin tinggal di sana. Kau takut, seolah kau tak pernah bisa keluar lagi dari rumah sakit.

Kondisimu naik dan turun. Aku tak tahan saat harus melihat tubuhmu dipasang dengan selang-selang penunjang kehidupan, aku tak tahan saat melihat dirimu dimasuki sebuah selang dan kau meronta. Saat itu aku tak sanggup melihat wajahmu, aku hanya memegang tanganmu, berusaha agar kau tetap tenang meski sia-sia. Aku tahu kau menderita, dan kami di sini yang melihatmu pun merasakan penderitaan yang sama dalamnya.

Pada suatu hari, di tengah-tengah masa sakitmu, aku harus pergi selama seminggu lamanya. Kuberdoa dalam hatiku, aku tak ingin kau pergi saat ku tak berada di sisimu. Aku hanya mengatakan salam perpisahan saat kau tengah tertidur, meski aku mengatakannya saat kau sadar, mungkin kau tak menyadarinya, karena sering kali kau berada dalam kondisi antara sadar dan tak sadar.

Sepanjang kepergianku, aku terus menerus gelisah, tak sabar untuk segera pulang. Aku mendapat kabar terakhir bahwa kau keluar dari rumah sakit. Aku merasa sedikit lega, karena kau tak perlu merasakan ketakutan lagi di tempat itu.

Dua hari setelah kepulanganku, aku mendapat kesempatan untuk melihatmu lagi setelah seminggu kepergianku. Saat itu, bibiku menelepon ibuku, kondisinya di rumah mulai kritis. Aku berpikir, bila aku tak pergi hari ini juga, mungkin aku tak mendapat kesempatan lagi untuk melihatmu.

Aku, ibuku, dan kakakku (Michael), pergi ke rumahmu. Kau dalam kondisi sadar dan tak sadar, dan wajahmu diselimuti oleh rasa takut, mulutmu ingin mengatakan sesuatu namun yang keluar hanyalah gumam yang tak jelas. Ibuku mendaraskan doa, semua doa yang dapat dia ingat langsung dia ucapkan. Aku hanya dapat menangis sambil sesekali mengikuti ibuku berdoa.


Satu jam berlalu. Kami semua berdoa di sampingmu.

Dua jam berlalu. Kami semua pasrah dan menangis pilu.

Akhirnya aku dan kakakku memutuskan untuk pulang. Berhubung besok aku masih sekolah dan kakakku masih kerja. Kami berdua pulang meninggalkan rumahmu. Dan ibu tetap berada di sampingmu.

Sepanjang perjalanan pulang, aku dan kakakku berdiam diri. Memikirkan keadaanmu tanpa berkata atau berkomentar apapun. Masing-masing dari kami punya firasat. Kau akan segera pergi. Entah itu kapan. Dan itu membuat perasaan masing-masing dari kami galau.

Sesampai di rumah, semua hal menjadi jelas. Ibuku menelepon kepada ayahku. Kau telah pergi untuk selamanya. Setelah kami berdua pamit pulang. Hanya berbeda 3 hembusan nafas kau pergi. Ibu tak mau membuat kami khawatir di jalan. Maka kau membuat supaya kami tahu bahwa kau pergi di saat kami sampai di rumah.

Yang kulihat sekarang hanyalah wajah galau kakakku. Aku sendiri terduduk dan menangis meratapi kepergianmu. Menangis karena menyadari bahwa kau hanya ingin melihat diriku di saat terakhir, setelah aku pergi selama seminggu. Menangis karena merasa begitu bodoh kepada Tuhan untuk memohon agar bisa melihat saat-saat terakhirmu. Menangis karena aku merasa begitu bodoh untuk memohon agar kau bisa kembali seperti dulu…

Namun akhirnya semua telah terjadi… Kakek, kau tetap menjadi kenangan yang hidup dalam hatiku. Kapanpun, dan sampai akhir hayatku…

Nb. Mengenang 100 hari kepergian kakek pada tanggal 16 september 2009, sebenarnya bila beliau masih hidup hingga saat ini, 15 september merupakan hari ulang tahunnya yang ke-89. Namun Tuhan telah berkehendak bahwa beliau harus merayakan ulang tahun itu di sisi-Nya.

Monday, August 24, 2009

Another Stupid Day

Hal ini terjadi saat hari sabtu, 22 agustus 2009. Saat itu merupakan hari libur yang cerah dan menyenangkan, namun menjadi kurang menyenangkan karena hari itu merupakan hari yang berat karena adalah hari pertama puasa.

Malam sebelumnya, aku tidur larut malam. Tadinya ingin mengerjakan tugas-tugas dan mencari bahan studi di internet. Tapi nyatanya malah chatting dengan teman dan mencari-cari hiburan lain di internet.

Jadi pada intinya, aku mengharapkan mendapat tidur yang nyenyak dan lelap agar esok paginya aku dapat mengerjakan segalanya dengan baik. Namun ada sebuah badai topan menghadang semua rencanaku…

Pkl. 02.30, terdengar suara sayup-sayup dari kejauhan. Tadinya aku berusaha untuk tidak peduli dengan suara-suara ini. Namun pada akhirnya suara ini semakin mendekat dan akhirnya malah bertambah keras.

Pkl. 02.31, mulai menyadari ada sesuatu yang terjadi di luar rumah, namun entah apakah itu. Masih berusaha untuk kembali tidur, namun merasa terganggu dengan suara sialan itu.

Pkl. 02.31.30, menyadari bahwa ada sekelompok orang yang lewat di depan rumah, sambil memukul-mukulkan kayu dan berteriak dengan suara lantang, “SAHUR!!! SAHUR!!!!” dan sirnalah keinginan untuk tidur kembali karena aku sudah terjaga sepenuhnya dari tidur yang lelap…

Pkl.02.32, gerembolan manusia penyiksa tidurku telah pergi, suara itu sudah semakin menjauh. Hati berharap agar mereka tak lewat lagi di depan rumah… Namun terdengar suara lain dari apartemen di depan rumah….
“SAHUR!!! SEMUA SAHUR!!!!” Speaker apartemen yang biasa dipakai untuk car call sekarang malah dipakai untuk membangunkan orang di sekitar apartemen dan penghuninya untuk bangun dan makan sahur!!!!

Timbullah rasa benci yang amat sangat di dalam hati. Ingin rasanya menghardik manusia-manusia yang tidak beradab dan menganggap bahwa seluruh penghuni rumah di kompleks saya semuanya ikut puasa. Namun kemarahanku pun semakin ditelan oleh kelelahan akibat online semalam. Tak kurang dari 10 menit kemudia aku kembali jatuh tertidur dan pergi menuju ke alam mimpi.

Pkl. 06.00, aku bangun dari kelanjutan tidur yang singkat. Dan menyadari bahwa aku tak bisa tidur lebih lama lagi, atau kepalaku akan pusing. Kuputuskan untuk melanjutkan pekerjaanku yang semalam tertunda. Aku harus membuat presentasi dalam bahasa Jerman untuk lomba.

Pkl.06.05, aku di depan komputer dan online sambil membuka-buka beberapa situs pembelajaran bahasa jerman, berharap ada satu dari sekian website itu ada yang menarik dan dapat diambil sebagai refrensi…

Pkl. 06.10, menyadari bahwa sudah tak ada situs yang bisa dijadikan refrensi. Dan berpikir untuk menyudahi pencarian dan terus online untuk kepentingan pribadi…

Pkl. 08.00, tak menambah apapun pada animasi untuk presentasi dan malah bertambah bingung untuk mencari bahan apalagi. Kebingungan yang dialami juga didukung dengan sakit kepala akibat tidur yang tidak nyenyak. Memutuskan untuk berhenti Online dan menyerahkan komputer ini ke tangan kakak untuk digunakannya bermain… Di sisi lain membuat makanan untuk dimakan sebagai sarapan, setidaknya aku bisa membuat pasta untuk dimakan bersama-sama.

Pkl.09.00, memutuskan untuk bersiap-siap sebelum nanti pergi les Jepang pada pukul 10.30. selain itu mulai mengumpulkan niat untuk pergi mandi…

Pkl. 09.15, masih belum mandi, namun nasib sial menghampiri. Di saat nyokap sedang pergi, kakak dari nyokap datang ke rumah. Setidaknya aku harus bertatap muka dan menggantikan posisi orang yang dicarinya (nyokap). Dan tante pun mengajak ngobrol.

Pkl. 09.45, berusaha menyudahi pembicaraan… Berkilah bahwa mau mandi.

Pkl. 10.00, berangkat pergi untuk les Jepang (pergi lebih pagi karena harus naik angkot)

Pkl.12.15, tiba di rumah dalam keadaan sehat walafiat… Langsung makan siang karena didorong oleh rasa lapar yang tinggi…

Pkl. 13.00, Berusaha melanjutkan presentasi… Berusaha berkonsentrasi pada pekerjaan dan berharap agar bisa selesai pada hari itu juga….

Pkl. 14.00, membuka facebook dan menyadari bahwa senin ada ulangan Kewarganegaraan. Di sisi lain menyadari sebuah kebodohan luar biasa yang telah dilakukan. Yakni, meninggalkan buku cetak Kn di locker sekolah….

Pkl. 14.00.01, membuat keputusan yang putus asa dengan menelepon seorang teman, berharap dia bisa memfotokopikan halaman yang harus dipelajari. Dan menyerahkan fotokopian itu pada saat bertemu di gereja..

Pkl. 14.05, menelepon teman yang dimaksud dan berbicara dalam keputusasaan….
Pkl.14.06.27, teman yang dimaksud belum dapat mengkonfirmasikan kehadirannya di gereja esok hari namun menjanjikan kepastian secepat yang dia bisa.

Pkl. 17.00 terus online dan menyelesaikan tugas presentasi dengan baik dan langsung dikirimkan kepada orang yang bersangkutan…

Pkl. 17.26, mendapat telepon dari teman yang dimaksud. Menyuruh aku untuk berada di gereja sekitar pkl. 18.00-19.00, karena dalam perjalannya menuju suatu tempat, dia dan keluarganya akan singgah di dekat gereja….

Pkl. 17.45, langsung ngacir ke gereja karena takut kenihilan angkot terjadi akibat adanya waktu buka puasa.

Pkl. 18.00, tiba di gereja dalam keadaan sehat walafiat. Mencari tempat nangkring yang enak, namun pos satpam ternyata penuh sehingga memilih nangkring dekat panti asuhan.

Pkl.18.15, hari semakin gelap dan semakin aku sadari bahwa aku tidak sendirian dalam kesunyian malam, karena ternyata banyak nyamuk yang menemani diriku…

Pkl. 18.20, memutuskan untuk pindah tempat nangkring ke tempat yang lebih masuk akal, yakni gedung paroki yang terang oleh lampu dan mungkin tidak ada nyamuknya.

Pkl.18.20.30, tiba di tempat yang dimaksud, ber-sms dengan teman yang dimaksud, dan menyadari bahwa tempat ini sama banyak nyamuknya dengan tempat sebelumnya…

Pkl.18.30, bercumbu dengan nyamuk secara terus-menerus karena gak punya teman gobrol (kecuali teman sms)

Pkl. 18.45, berusaha untuk sabar dengan keberadaan makhluk-makhluk penghisap darah di sekitar gw. Dan mendapat kepastian bahwa teman yang dimaksud akan segera sampai.

Pkl. 18.50, lepas dari cengkraman makhluk-makhluk tak berhati itu dan mendapatkan fotokopian berharga itu. Langsung pulang ke rumah tanpa basa-basi lagi. Dan mengucap syukur atas kebaikan teman yang dimaksud…

Although, it’s one of my bad days that I ever experienced. But thanks to my friend, Maura that wanted to help me to get something that I forget…
A lot of thanks of course….

design











Ini merupakan hasil keisengan untuk tugas-tugas design...

Sunday, August 16, 2009

selamat tinggal sahabat

Hari-hari yang pernah kulalui di masa SMP berlalu terlalu cepat.
Begitu cepat sehingga kadang aku tak bisa mengingat semua kenangan-kenangan berarti yang pernah terjadi.
Aku pun semakin sibuk dibebani kerja keras di masa SMA.
Sehingga kadang aku melupakan teman-teman di masa lalu yang berjuang keras bersamaku di waktu dulu.

Sekarang aku mulai kehilangan mereka satu-persatu.
Perlahan keberadaan mereka hilang dari hidupku.
Dan satu-persatu keberadaan mereka semakin tidak aku ketahui.

Salah seorang dari mereka telah pergi.
Pergi untuk selamanya.
Dan mungkin saja nanti kami dapat berjumpa kembali.
Jika sudah habis asa di dunia...

(mengenang Felix Sedayu, seorang teman SMP yang telah berpulang ke rumah Bapa semalam pada pukul 23.20 akibat kanker yang 2 tahun terakhir ini dideritanya. Semoga ia berkenan di sisi Bapa)

Sunday, August 9, 2009

COPET SIALAN

sebuah kejadian yang gw alami dulu banget

Hari ini gw pulang telat gara-gara ada remed mat. Jadi gw pulang dari sekolah jam 3an. Kan udah mulai sore tuh. Nah pada awalnya gw udah punya feeling gak enak. Tadinya gw udah males naek angkot dan mw nyari bajaj. Tapi gw urungkan niat itu (karena jauh lebih mahal). Dan akhirnya gw tetep naek angkot (mikrolet yang biasanya suka ada copet HP atw dompet). Di deket stasiun Jatinegara, perasaan gw udah gak enak karena ada 3 orang masuk berurutan. Eh bener aja gw digencet dan dompet gw mau diambil. Untung udah deket terminal. Begitu gw buru-buru turun, eh copetnya mukanya marah gitu. Sableng (Padahal gw udah panik dan tegang banget) Pas gw turun, ibu-ibu yang seangkot ma gw manggil fitu. Nanyain keadaan gw. Dia keliatan malah lebih panik daripada gw. Huahahahaha.

Yah gw berterima kasih juga ma 2 orang ibu itu yang udah mengkhawatirkan gw sedemikian rupa sehingga kayaknya muka mereka jauh lebih pucat ketimbang gw. Dan gw langsung cari angkot laen ke rumah gw. Di angkot gw udah nyaris nangis dan gemeteran (gak seberapa sih). Begitu sampe rumah gw langsung nangis dan gemeter hebat. Sampe badan gw sakit semua.

Hahaha jujur aja bisa dibilang yang copet gagal, karena duit gw yang kena cuman ribuan.Dengan segala keajaiban gw, setelah kejadian di rumah, gw ngacir pergi beli pulasa buat temen gw yang nitip minta dibeliin. Dan dengan jalan-jalan gw bisa refreshing otak (aneh ya, tapi mang gw gak gampang trauma sih). Eh begitu gw pulang gw malah emosi dan kerjaannya becanda ma temen lewat sms. (Sampe vermillion92 bilang gw bocah sakti). Dan sampe malem kerjaan gw adalah mengutuk pekerjaan mereka yang pengecut itu. Hahaha

Sebuah Hari

Ini merupakan posting pertama.

Jadi mending cerita aja tentang hari ini.
Kalo mau dibilang hari ini sih ngebosenin
Gak ada yang menarik.
Mungkin gara-gara bangun jam 9, jadi kehilangan momen-momen hidup yang mestinya gak dilewatkan.